Jumat, 14 Maret 2014

"Puas"



Malam ini sekali lagi ku mendapatkan sebuah pelajaran.
Malam ini sekali lagi..
Sekali lagi, sekali lagi, sekali lagi.
Lalu merdeka!

Tidak ada hal lain yang lebih merdeka, melainkan menciptakan kemerdekaan itu sendiri.
Menciptakan kepuasan tanpa menyakiti hati orang lain, itulah yang terpenting.

Tidak ada hal lain yang lebih merdeka, setelah pengungkapan rasa yang terpendam sejak lama.
Cinta, rindu, benci, sekalipun amarah yang menggebu, terpendam dalam ubun-ubun kalbu.
Bagaikan kentut yang setelah lama ditahan, dan menunggu untuk dikeluarkan.
Bagaikan buncahan gunung berapi yang siap untuk melakukan erupsi.

Itulah kemerdekaan sebenarnya. Kepuasan dalam diri yang diciptakan pribadi.

"Perjumpaan Sia-Sia II"





Aku tahu setelah ini-setelah hari, jam, menit, maupun detik yang telah terlewati. akan ada jarak yang lebih jauh lagi diantara kita. Jarak yang mungkin tidak pernah kita ekspektasikan untuk terjadi. Entah mengapa perasaan ini harus terfikir lebih dalam lagi. Perasaan takut akan sebuah kehilangan, perasaan yang tak ingin aku rasakan untuk terjadi padaku lagi dikemudian hari. 

Memang fitrah manusia tak ayal seperti kacang lupa pada kulitnya. Bermukim di suatu tempat, berkenalan, lalu kemudian bersahabat, lalu hal itu akan menjadi rotasi kehidupan manusia. Bermukim di suatu tempat, berkenalan, lalu kemudian bersahabat. Hati, fikiran, dan jiwa yang sebelumnya sempat terisi, perlahan memudar tanpa bekas. Tapi aku tak akan mau menjadi manusia jika memang itulah fitrahnya. Karena jujur saja, aku mulai lelah untuk mengulang semua ini dari awal sebuah pertemuan, jika itu harus terjadi.

Memang... Memang tak dapat dipungkiri bahwa setiap pertemuan akan terjadi perpisahan kelak di kemudian hari. Tapi kalau memang inilah kehendak dari yang Kuasa, aku hanya ingin berusaha menjadi memori terbaik yang ada dalam sejarah manusia, tak ada ekspektasi yang lebih berharga melainkan itulah yang kuharapkan dalam sebuah perjumpaan sia-sia.

Maaf... Maaf jika aku selalu membicarakan hal yang bagimu itu pun tak penting untuk di perbincangkan. Tapi inilah isi hati yang tak mampu tuk kubohongi, apalagi tuk kusembunyikan. Sampai saat ini aku masih percaya bahwa jarak yang tercipta bukanlah untuk menyiksa, tapi hal itu ada untuk dijaga. Menjaga hati, fikiran, dan jiwa yang saat ini masih berbunga-bunga.

Mungkin suatu saat nanti aku akan membuka kembali buku ini. Tersenyum-mengenang semua memori yang telah terjadi-memori indah yang pernah kita jalani. Tak usah lah bersedih, lagi berkecil hati, Karena ku yakin suatu saat, kita kan bertemu disurga nanti.

Kamis, 06 Maret 2014

"In The Room Of My Life"


Here..
In the room of my life.
The objects keep moving.
The twenty-six keys of the typewriter on my laptop,
Are never stop for clicking.

Once the books have been tucked,
Shelved away in a form of sorted line.
The literature of desk reference.
As a hidden treasure of mine.

In the twelve-twenty inch system.
The melody has been strained,
Accompany the trunk who jailed. 
While glass of coffee still in its might,
Try to escort this kind of cloudy night.

The sockets on the wall,
Never be like a cave of bee,
Seems like the feeling i tight.
Never felt such empty.

Each of these eyeball are never shut,
Staring with the cold-eyes vision,
Seen the scenery of this habitation.
Sometimes goes up,
And often down.

Here..
In the room of my life, i always doing my B.
And who cares? Nobody cares about me.
It is me, with all satisfaction from my body.
Not you, you, or even you can be like me.

In the room of my life...

Pageviews

BisikanAlamRaya@2014. Diberdayakan oleh Blogger.