Rabu, 06 November 2013

“KONTROVERSI KEHIDUPAN”


Mentari sudah tersenyum di ufuk barat, di selingi suara-suara nyanyian burung emprit disana-sini. Sudah, aku sudah terbangun, karena suara nyaring nan menggema seantero dunia membangunkan ku dari mimpi panjang ku.

“Adit….. bangun!!!”

 Ya adit nama ku. Kakak ku memang selalu berteriak di pagi hari untuk membangunkan ku, dan meminta ku bergegas mengantarnya bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Bandar Lampung.

Pagi itu aku masih ingin memejamkan mata sebentar lagi, tapi suara itu tetap saja terdengar, ditambah dengan suara ketukan pintu kamar yang tambah memekakkan telinga.

“Arrggghhh!!!  Iya….. Aku bangunn!!”

Pagi itu ibuku sudah menghidangkan segelas the hangat tepat disamping sekotak donat JEKO. Yah aku hanya bisa mencicipi secuil dari donat yang melingkar, karena kakak ku terus saja berteriak bak penyayi rocker papan atas.

“Ah… sudahlah..”

                Sedikit bagian muka ku tekuk menandakan amarah ku padanya, tetap saja dia acuh tak acuh menanggapi ku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Yah maklum lah sekarang hanya dia yang membanting tulang dirumah, ayahku sudah lama meninggal, sedangkan ibu ku hanya seorang mantan guru sekolah dasar yang gaji pensiunan nya tak dapat sepeser pun.

                Aku memang mengerti hidup ini bagaikan hukum alam (baca: timbal-balik). Kakak ku pernah berkata kalau segala yang ia berikan padaku tidak lah cuma-Cuma, melainkan pengharapan timbal balik ku padanya. Yah memang begitu, segalanya telah dicukupkan olehnya, meskipun ku tahu dia hanya lah perantara dari yang kuasa.

                Aku mulai mengerti sedikit demi sedikit nilai kehidupan, dan aku mulai mempercayai bahwa Tuhan itu ada, tidak hanya agama yang ku bawa dari kaki orang tua hingga biodata.

                Yah, sekarang umurku sudah belasan, aku sudah harus mengerti apa itu agama sebenarnya bukan hanya title dalam kartu nama. Dan sebuah kehidupan, apa itu sebenarnya arti hidup, bukan hanya makan mandi dan tidur saja..

                Aku yakin hidup ini sudah ada yang mengatur, kita hanya tinggal menjalani saja, tetapi aku fikir,jika kita tak merubah sendiri takdir kita, maka tuhan tak akan merubah jalan kita. Atau mungkin hidup ini hanya skenario tuhan yang kita sebagai peran utama dalam skenario itu?, dan tinggal bagaimana kita berimprovisasi dalam menjalani kehidupan ini.

                Aku tak munafik, jika hidup ini harus real, walaupun kata hati selalu berkecamuk memikirkan kontroversi yang harus kuperbuat. Satu-satu nya jawaban pasti hanyalah pengaduan maya yang selalu ku terapkan pada sang vertikal. (baca: Tuhan)

Yah itulah hidup…

Kembali lagi di kehidupan ku yang selalu timbul pro dan kontra,yang aku perbuat tidak selalu mengikuti kata hati, meskipun ku tahu kalau semua ini ada tujuan nya. Contoh kecil nya kalau kalian dipaksa oleh orang tua kalian untuk belajar seni, sedangkan kalian ingin belajar matematika, apakah kalian pernah berfikir ada tujuan di balik itu semua? Apakah kalian yakin bahwa bidang seni tersebut tidak bermanfaat untuk kalian? Apakah kalian bisa menjamin apa yang akan terjadi selanjutnya? Begitu juga dengan hidup ini, kita tak akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, kita hanya bisa menjadi wayang dalam skenario dalang (baca: Tuhan). Yang bisa kita lakukan hanyalah jalani dengan sedikit improvisasi.

Aku kembali pulang, setelah mengantar kakak ku bekerja. Di tengah perjalan aku mampir di sebuah kedai kelontong yang menjual beberapa menu sarapan pagi. Ku makan dengan lahap dan tak lalai akan keberkahan yag diberikan-Nya. Ku menoleh, kulihat seorang perawakan berkumis bertubuh langsing menyenderkan tubuh nya dibalik tembok di temani sekarung botol plastik dengan kedua tangan menyelimuti kakinya.

Sempat otak ku berfikir untuk mengajak nya menyantap sepiring nasi uduk bersama ku, aku tahu dia belum sempat untuk menyantap makanan pagi ini, atau mungkin dari semalam. Ku melihat isi kocek ku, terlihat 2 lembaran hijau dan 3 lembar uang ribuan, memang niat nya uang itu sebagai tabungan, karena aku ingin membeli sebuah buku ternama yang selama ini aku idam-idam kan, walaupun uang itu belum cukup terkumpul.

Kuhidupkan sebatang rokok putih dan mulai berfikir apa yang harus aku lakukan. kontroversi dalam otak dan batin mulai menimbulkan pro dan kontra bak seseorang yang berhadapan dengan seekor raja singa, memilih untuk kabur atau melawan nya.

Dan kuputuskan untuk menyimpan kembali lembaran itu kedalam dompet, dan bergegas untuk pulang. Kustater bebek yang kutunggangi seraya menoleh orang itu.

Breeemmm…

Di perjalanan otak dan batin kembali bertarung, untuk menunjukkan siapa yang akan menjadi juara. Di persimpangan jalan, ku memutar laju motor ku, berniat untuk kembali dan memberi bapak itu sedikit berkah dari-Nya untuk mengganjal perut bapak itu untuk pagi ini.

Sesampai di toko kelontong, ku mennoleh kanan kiri untuk mencari bapak itu, tak kulihat batang hidung nya. Aku bertanya pada seorang ibu yang melayani ku tadi, katanya dia telah pergi beberapa menit yang lalu.

Aku terdiam, tak sepatah kata pun aku ucapkan kecuali terima kasih kepada ibu itu. Di perjalanan aku berfikir, betapa bodoh nya aku, hanya untuk menolong seseorang yang membutuhkan pun aku harus berfikir dua kali.

Tak terasa bulir-bulir mutiara menetes dari kedua mata ku. Penyesalanku selalu muncul ketika ego yang memenangkan perdebatan otak dan hati. Ku tutup helm dan  mempercepat laju motor ku, seolah amarah yang meluap tak bisa dibendung lagi.

Ku parkir motor ku di halaman, cepat ku masuk kedalam rumah dan membasuh muka dengan air suci. Kembali ku teringat tentang perawakan seorang bapak di toko kelontong  tadi. Ku bersujud di atas kain panjang berukuran satu meter lebih, memohon ampunan dari-Nya..

Kita hidup tidak sendiri
Kita hidup dengan penuh ego
Kita hidup dengan penuh pembualan
Kita hidup dengan penuh kontroversi
Hidup….

0 komentar:

Posting Komentar

Pageviews

BisikanAlamRaya@2014. Diberdayakan oleh Blogger.